Politik versus Yang Politis
Kamis, 19 Desember 2019
Tulis Komentar
Politik versus Yang Politis
Politik
(the police) secara umum adalah praktik kekuasaan atau penubuhan
kehendak dan kepentingan yang mensyaratkan adanya subyek yang saling
terbelah dan terbagi ke dalam hirarki dalam sebuah ruang bersama yang
nyata. politik mencipta partisi dari berbagai persepsi dan praktik yang
membentuk ruang ber sama (le partage du sensible). politik dalam arti
umum ini adalah cara untuk membangun kerangka di antara beragam
data-data sensoris dan ruang pengalaman yang spesifik, ruang bicara,
mendengar dan melihat (atau menutupi) beragam data dan cara kehidupan
hingga menghasilkan hirarki dan kategori sosial. sementara politik (the
police) adalah:
An
organizational system of coordinates that establishes a distribution of
the sensible or a law that divides the community into groups, social
position, and functions.
Disini, politik
adalah praktik dalam tatanan sensori alamiah yang menjejer
individu-individu dan kelompok untuk menempati posisi sebagai yang
memerintah dan yang diperintah. politik melempar kita ke dalam beragam
modus ruang dan waktu serta ‘kebertubuhan’ hukum, ekonomi yang spesifik.
Hukum dalam praktik police secara implisit memisahkan merekamereka yang
dianggap sebagai bagian dan mereka yang dianggap sebagai bukan bagian
dari komunitas. rancière menyebut ini sebagai rezim partisi.
Yang-politis
dapat dipahami sebagai kontras dari politik, sebagai segala aktivitas
yang memutus keterkaitan dengan politik dengan menemukan subyek baru. Di
sini, seperti melawan plato dan aristoteles, rancière mengatakan:
Politis arises from a count of community ‘parts’, which is always a false count, a double count, or miscount.
Lebih jauh lagi ditegaskan:
There
is politics when there is a part of those who have no part, a part or
party of the poor. Politics does not happen just because the poor oppose
the rich. It is the other way around: politics (that is, the inter
ruption of the simple effects of domination by the rich) causess teh
poor to exist as an entity. Politics exist when the natural order of
domination is interrupted by the institution of a part of those have no
part.
akhirnya:
Politics
occurs because, or when, the natural order of the sheperd kings, the
warlord, or property owners is interrupted by a freedom that croups up
and makes real the ultimate equality on which any social orders rest.
Dengan
pandangan-pandangan itu maka esensi dari ‘yang politis’ adalah upaya
untuk menginterupsi atau mema tah kan distribusi sensibilitas dengan
menyodorkan atau mengu kuh kan kembali kehadiran mereka yang bukan
bagian atau ter usir dalam sistem kordinat persepsi komunitas politis.
dengan kata lain ‘yang politis’ harus dialami lebih sebagai modus
intervensi kepada tatanan politik (police) ketimbang sebuah jalinan
dalam sistem status quo.
Yang politis berupaya
menemukan cara bagi yang ter singkirkan untuk muncul dan masuk dalam
hitungan. ia memberikan kerangka baru terhadap apa yang rutin dan
terberi, membangun konfigurasi baru antara yang visible dan invisible,
antara yang audible dan inaudible, serta pendistribusian baru dalam
ruang dan waktu. Yang politis memekarkan kapasitas-kapasitas baru dengan
suatu postulat bahwa oleh karena semua manusia bisa berpikir maka semua
manusia setara.
Dengan dasar pembedaan antara
‘politik’ dan ‘yang politis’ ini, rancière kemudian menjelaskan makna
disensus. disensus adalah ‘gap’ atau celah yang tak terdamaikan antara
‘politik’ dan ‘yang politis’. Dengan demikian disensus adalah lambang
konflik antara sebuah presentasi sensoris dan cara memahaminya, atau
konflik antara beragam rezim sensoris. dengan itu, disensus adalah
metode untuk menggeser politik yang rutin, menyingkap partisi-partisi
dan memunculkan kenyataan.
Di dalam rancière, esensi
dari ‘yang politis’ adalah manifestasi dari disensus, yakni pengungkapan
“kehadiran dua dunia tapi tetap dalam kesatuannya”. dengan dua dunia di
sini yang di maksud adalah antara “dunia atau situasi yang tak
nyata/disembunyikan/ideal dengan dunia yang nyata, dunia yang
memproduksi ekslusi dan partisi-partisi sosial.”
Dalam
dunia yang telah tercacah oleh partisi-partisi ini muncul korban yakni
mereka yang dianggap sebagai “bagiantapi bukan bagian”. Mereka bagian
dari masyarakat kita tapi sekaligus oleh karena partisi itu dieksklusi
dari kita. sensibilitas disensual memungkinkan ‘pemberdayaan’ yakni
dengan membantu orang memahami dan menguak pengalaman dari dunia yang
berbeda dan nyata, dengan memeriksa apa yang disembunyikan oleh dunia
norma-norma. sensibilitas disensual adalah sensibilitas konfrontasi.
Di
titik inilah ‘yang-politis’ dalam rancière memiliki karakter berbeda
bahkan terbalik dengan politik rekognisi atau politik identitas. politik
identitas bertujuan untuk mengangkat identitas atau perbedaan di dalam
‘count as one’ dari sistem demokrasi, sementara ‘yang politis’ dalam
rancière justru bermaksud untuk menghapus perbedaan sehingga
part-of-no-part itu masuk ke dalam demos. dari posisi ini dapatlah kita
simpulkan bahwa dalam rancière kesetaraan (equality) bukan pertama-tama
dipasang sebagai tujuan dari politik, melainkan sekaligus aksioma dari
yang politik.
Lebih jauh lagi, di sini juga dapat
disimpulkan bahwa kesetaraan bukanlah merupakan sebuah ideal dengan isi
substan tif tertentu. kesetaraan dalam rancière tidak dapat dipahami
sebagai distribusi aritmatis dalam konsep hak yang umum. esensi
kesetaraan tidak terdapat dalam persamaan dan kesatuan kepentingan
melainkan tindakan subyektivisasi untuk menantang, menunda dan
mematahkan tatanan sensibilitas yang dialamiahkan. Tindakan
subyektivitas yang mengubah koordinat partisi sehingga si subyek bisa
mendeklarasikan aksioma bahwa: kita semua setara!
The
essence of equality is not so much to unify as to declassify, to undo
the supposed naturalness of orders and replace it with the controversial
figures of division.
Dengan kerangka
kesetaraan ini, maka ‘yang politis’ juga berarti penciptaan subyek baru
karena ‘sebelum adanya tindakan politis’ setiap orang adalah jejeran
elemen-elemen yang diposisikan oleh tatanan partisi politik rutin. dalam
tindakan ke arah kesetaraan orang keluar dari modus signifikasi politik
rutin itu dan lahir sebagai subyek yang baru.
Oleh: Robertus Robet
Belum ada Komentar untuk "Politik versus Yang Politis"
Posting Komentar